... Ada seseorang. Keinginannya 'kek gini' : maunya jadi orang yang paling sempurna. Punya kesehatan sangat prima. Penghasilan yang dibawa ke rumah tak main-main besarnya. Keluarganya harmonis. Saking harmonisnya, segala pasangan di penjuru mata angin, menjadikan mereka contoh tauladan (kenapa harus ada 'au' nya ya). Ukuran rumah mereka besarnya minta ampun. Punya mobil lebih dari sebiji. Dan, ini dia. Suka sekali membantu orang lain. Selalu merasa harus membantu siapa saja. Dia tidak perduli yang dibantu itu orang senang atau orang susah. Yang ada dipikirannya cuman satu : harus bantu orang !
Saking hobbynya membantu, orang ini sampai harus menyusuri semua persimpangan jalan yang ada. Semua orang ditanyain satu-satu : 'maap ya, anda butuh bantuan saya ?'. Yang ditanya mendelik : 'saya lebih kaya dari anda lo, kok nekad bantu ?'. Jawabannya enteng : 'engga apa apa mas, badan rasanya pegal pegal nih kalo engga ngasih bantuan'.
Tapi itu kan maunya dia. Maunya orang lain kan beda.
Kadang kita sering lupa bahwa kalau mau mendapatkan sesuatu, entah apapun, kita masih tergantung sama orang lain. Untuk bisa punya harta yang sebanyak itu, kita mau lakukan apa. Apa dari buka usaha dagang ? apa dari perkembangan karier pekerjaan ? atau dari usaha mana.
Jawabannya kan ada di tangan kita masing-masing. Kita yang tau seberapa kuat dan sanggup melakukan hal apa saja dalam rangka membuat semua yang kita inginkan bisa terjadi.
Banyak orang yang berusaha keras melakukan segala hal dalam satu kesempatan ! Master saya dalam bidang bisnis bilang gini : 'jangan paksakan diri menyelesaikan banyak hal dalam satu malam !
Saking semangatnya melanggar kredo yang sudah ditetapkan master tadi, tak sadar empedu, ginjal, dan liver nya mulai kewalahan memompa udara segar di pembuluh darah. Otot jantung sudah mulai protes keletihan. Yang punya benda benda penting ini, seperti kesurupan karena habis menelan berkarung-karung pil motivasi dari buku-buku, televisi, dan kaset atau digital video disc. Barang-barang mahal itu, termasuk tiket masuk dalam gedung ceramah, mematikan rasa letih seluruh sendi badan.
Pertanyaan nya, apa yang kita buru sehingga kita lupa waktu untuk, misalkan, mencoba ulang seperti apa nikmatnya se cangkir ronde, dan alunan suara hancur dari pengamen, yang nemenin (tepatnya mengganggu) ketenangan kita di alun-alun selatan Keraton Jogja jam 2 pagi ?
Apa kita masih ingat rasanya teh tubruk di lesehan simpang lima Semarang ? atau martabak HAR di Palembang ? Pecal mba Supiah di Medan ? sebutkan saja tempat dan jenis makanan yang dulu, pernah kita jadikan sebagai tempat 'mengadu' keletihan jiwa ?
Jangan pulak nanti kejadiannya gini. Jam uda pukul hampir 2 siang. Kawan awak asik sibuk saja di depan komputer. Bola matanya sudah kelihatan mulai memerah. Saking lamanya depan komputer. Saya dengan baik-baik ingatkan : 'bang, jangan lupa makan siang dulu'. Jawabannya berwibawa : 'iya pak, sebentar lagi, masih banyak kerjaan !'. Langsung saya meledak : 'lo, dulu waktu melamar kerja, sampeyan bilang 'supaya bisa cari duit buat makan'. Sekarang, setelah diterima kerja, dan punya uang, malah engga mau makan. Lantas buat apa kerja ?'
Coba hitung dulu, berapa kali kita ikut rombongan untuk bezuk kawan yang lagi sakit. Coba bayangkan apa yang bisa dilakukannya selain cuman rebahan ? Iya kalau sakitnya cuman tuntutan badan untuk istirahat. Kalau sakitnya sampai ada vonis : tidak bisa makan soto, jangan minum ice tea, ga bole makan kari kambing, hindari makan ba...i panggang ! Duit sebanyak itu buat apa ? cuman buat rubuhin tembok samping rumah, bangun lagi yang baru. Besok siang hancurin pagar belakang ganti dengan model baru. Sementara perut cuman bole diisi 'keladi' ?!. Untung wak Dolah udah pergi. Kalau masih disini dia, sudah dibilangnya gini : 'hajab la si rajab. yang kasian la hidup kawan itu ya'.
Kepuasan itu tak ada batas nya. Percayalah. Hari ini kita bisa wujudkan keinginan hati punya becak mesin. Besok pagi sekali, pasti sudah semangat kali untuk mendapatkan yang lebih menantang : becak dayung !
Ginilah. Bikin aja daftar kecil, kerjakan saja yang enteng enteng. Yang berat cepat cepat hapus kalo kita anggap tak mampu atau beresiko nyawa. Jangan macam memasang tirai langit. Sampai mati kita, udah itu hidup lagi, mati lagi, hidup dua kali lagi, mati lagi sepuluh kali, tak kan bisa bahkan hanya untuk pasang kelambu kaki langit !