Senin, 06 September 2010

JANGAN MENYERAH !: SINAR DI UJUNG LORONG +++

JANGAN MENYERAH !: SINAR DI UJUNG LORONG +++: "'Ya Tuhan, ada apa dengan mami ?'... 'Orang ini akan menghancurkan harta dan hidup masa tua nya ? kenapa mami tidak bisa merasakan itu ?'.. ..."

baru nih

Minggu, 05 September 2010

SINAR DI UJUNG LORONG +++

'Ya Tuhan, ada apa dengan mami ?'... 'Orang ini akan menghancurkan harta dan hidup masa tua nya ? kenapa mami tidak bisa merasakan itu ?'..
kedua anak ini saling memeluk sambil memuaskan jeritan derita batin dalam tangisan. Sudah sangat lama, kedua anak ini hidup dengan pikiran mereka sendiri. Mereka mendewasakan diri dengan memilih sendiri nilai moral yang mereka percaya. Mama yang mereka harapkan dapat membantu mereka tumbuh menjadi gadis pintar, perlahan-lahan hidup dalam dunianya.

Keadaan ini terjadi sejak seseorang hadir dalam hidup mereka semua. Perjumpaan yang tidak direncanakan, yang akhirnya merobek semua pertalian keharmonisan dalam keluarga, terjadi justru atas dukungan mereka yang sedang menderita ini.

'I knew it. I knew it from the first time I saw his strange eyes !'. anak yg lebih kecil berbisik penuh penyesalan. Yang lebih tua mengangkat wajah adiknya. Menatap lekat-lekat tepat di bola mata.
'Why didn't you tell me about this horrible thing ? why ?'. Tanpa sadar dia mengguncang keras wajah adiknya.
'Aku engga yakin dengan perasaan ku. I was afraid to believe what I believed'. Maafkan aku kak. Aku minta maaf'. Mereka berdua semakin tersayat dalam kepedihan hati.

Jarak antara mereka dengan orang yang sangat mereka butuhkan, semakin hari semakin lebar. Bahkan hidup di bawah satu bangunan pun, mereka hampir tidak pernah bicara. Sudah sejak dua tahun ini. Anak-anak perempuan yang manis ini harus mengunci mulut rapat-rapat setiap kali mereka ingin mencurahkan isi hati dan keluhan pikiran. Sama sekali tidak ada waktu yang tepat untuk kondisi hati ibu yang melahirkan mereka.
Pernah beberapa kali mereka lakukan usaha untuk mendiskusikan keadaan yang tidak mengenakkan hati ini. Yang mereka dapatkan hanya kata nasehat yang mereka sendiri tidak paham apa maknanya.

Apa yang bisa diharapkan untuk membuat semua kondisi ini berubah menjadi lebih baik ? Rasanya semua meninggalkan mereka berdua jauh-jauh. Ayah mereka sungguh seorang pekerja keras. Pergelangan tangan yang kokoh yang polos dari jam tangan menunjukkan ayah mereka tidak pernah melihat waktu. Setiap saat yang dilakukan adalah mengumpulkan harta. Ayah ini sungguh mereka banggakan. Di kemudian hari hidup mereka sampai ke keturunan ke tujuh pun, akan sangat terjamin. Tapi mereka mulai merasakan bahwa semua yang dapat mereka sentuh, yang dapat mereka gunakan, tidak bisa menggantikan kehilangan kehadiran seorang ayah.

Sekarang mereka hanya bisa berdoa keras. Tangisan jujur mereka angkat sampai ke tingkap langit. Berharap didengarkan permohonan hati yang terluka parah : 'kembalikan ibu'. Berbulan-bulan doa ini mereka naikkan. Selama itu, mereka tetap tidak merasakan sentuhan orang-orang yang mereka rindukan. Bayangkan perihnya hati yang merana.

Sampai pada suatu hari. Persis seperti pertemuan laknat yang tidak direncanakan itu. Mereka menemukan senyum manis di bibir ibu nya. Penuh debar diajukan pertanyaan. Ibu mulia ini, tidak menjawab. Tangan nya yang anggun dikembangkan mengundang kedua anaknya masuk kedalam pelukan.
'Ibu. Dimana orang itu sekarang ?'. Yang tadi mengaku tidak percaya atas apa yg diyakininya nekad bertanya.
'Ibu kasihani orang itu. Selama dua tahun harus membuat kalian menderita agar ibu bisa membantu dia.'
'Dia tidak tertolong lagi. Mungkin rumah sakit jiwa bisa mengurangi beban sakit pikirannya'.

Bertiga mereka bangkit. Berjalan dengan penuh kebahagiaan. Tidak sabar mengabarkan berita gembira ini langsung di telinga ayahnya.

Di satu sudut kamar. Di pinggiran kota yang sepi. Orang yang menghadirkan neraka ke dalam hidup mereka selama dua tahun penuh. Duduk meluruskan kakinya. Pasrah di atas lantai dingin tanpa alas. Berusaha mengingat apa yang sudah terjadi.
Semakin berpikir keras, tubuhnya semakin terguncang hebat. Mulutnya ternganga lebar mengeluarkan teriakan mengerikan. Lamat-lamat kelihatan kepalanya terkulai lemah. Tubuhnya menggelosor lemah di atas lantai tanpa alas.

'Sungguh. Orang ini sangat beruntung. Diselamatkan oleh keluarga yang sangat baik. Tapi sayang, kondisi jiwa mu sudah semakin parah. Engkau akan menghabiskan sisa hidup mu di sini'.

Orang berbaju putih ini bergegas pergi setelah menyuntikkan obat penenang ke tubuh yang terkulai!.